Senin, 11 Maret 2013

neraka kecil vanesa



Hari ke hari ku jalani, di simpang siur kota yang tak memberi ku rasa nyaman.
Sebut saja namaku vanesa, gadis berusia 18 tahun.
Aku mahasiswa semester 2 disalah satu universitas di daerah jogja, jawa tengah.
Keseharian ku hanyalah berkomunikasi dengan laptop kesayanganku dan berkuliah.
Tak ada hal lain lagi yang bisa aku lakukan disini.
Semua hal yang tak kusuka menjelma menjadi satu disini, di kota ini.
Entah apa yang telah mereka perbuat sehingga aku tak merasa nyaman untuk tetap tinggal.
Bahkan hal sekecil apapun yang terjadi disini aku tak mau tau.
Yang mau aku tau hanyalah bagaimana cara untuk bisa kembali ke kota asal aku tinggal.

Mulanya aku ragu untuk meneruskan pendidikan ku di kota ini.
Namun rayuan ayah bundakulah yang mengantarku pergi.
Karena hanya petuah mereka yang tak bisa aku langgar.
Dengan berat hati aku membereskan pakaian-pakaian ku untuk meninggalkan kehidupanku di kota asal aku tinggal.
Kota yang telah memeberi ku rasa bahagia bersama orang-orang disekitarku.
Tak sedikit cerita yang terjadi dikota asal aku tinggal, karena di kota inilah pertama kali aku mengenal dunia, mengenal kasih sayang, dan mengenal segala hal.

Namun apa boleh buat? Aku tak bisa lagi mengelak apa-apa.
alhasil aku tetap harus tinggal di jogja karena orang tuaku.
Awalnya mungkin aku bisa sedikit bertahan untuk berdiam di jogja.
Namun perlahan akupun mulai sadar.
Kalau aku gak pernah bisa mencintai jogja seperti aku mencintai kota asal aku tinggal.
Disini sudah jelas jauh berbeda. Beda pergaulan, beda teman, beda lingkungan, dan beda cara berbicara.
Semua ini membuat ku enggan untuk tetap bertahan disini. Karena yang kurasa hanya rasa jenuh dan bosan yang berkepanjangan.
Emosiku mulai labil menanggapi orang-orang disekitarku, aku tidak pernah bisa menganggap salah satu dari mereka menjadi teman baikku.
Karena tak sedikitpun aku merasakan rasa nyaman bila bersama mereka.
Orang-orang disini membuat keseharian sebagai masalah serius, mereka semua menaggapinya dengan pemikiran bukan dengan santai.
Disini sudah jelas mereka semua berbeda kepribadian denganku.
Aku tak mengerti apa yang mereka fikirkan sehingga membuat suasana menjadi datar tanpa hiburan.
Aku tak pernah bisa untuk hidup seperti ini, karena salah satu sifat yang menonjol dari diriku adalah berkomunikasi dengan orang lain secara happy bukan secara datar.

Kota ini serasa kota mati tanpa penduduk.
Keberadaan mereka tidak merubah suasana sedikitpun.
Semua terasa monoton tanpa alur.
Mungkin kota ini lebih bisa disebut sebagai neraka kecil bagiku.
Dimana orang-orang yang biasa ada di sekitarku?
Aku ingin bisa bersama mereka kembali.
Aku ingin pulang ayah, aku ingin pulang bunda, aku rindu akan sosok kalian,
aku rindu akan sosok orang-orang disekitarku.
Tanpa kalian hidupku rapuh, tanpa kalian aku tak pernah mendapat semangat hidup lagi.
Aku ingin pulang..... aku ingin pulang.....
aku  ingin kebahagianku kembali.
Tak ada seorangpun yang boleh merebutnya dariku.